Rabu, 16 Oktober 2013


FEMINISME DAN GERAKAN GENDER
Makalah
Disusun guna memenuhi tugas mata kuliah : Islam dan Kesetaraan Gender
Dosen pengampu : Dra. Hj. Jauharatul Farida, M.Ag.




Disusun oleh :
1.         Imamah Zuhroh          (121111046)
2.         Millatul Karimah         (121111062)
3.         M. Imdad Mahbubi     (121111065)



FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
2013





I.          PENDAHULUAN
Di sebagian besar belahan dunia, termasuk di negara-negara Muslim, perempuan secara umum mengalami keterasingan. Di banyak negara dewasa ini, tidak ada jaminan kesetaraan antara perempuan dan laki-laki dalam bidang sosial, politik, ekonomi, dan hukum. Di sejumlah negara, perempuan dibatasi haknya atas kepemilikan tanah, mengelola properti, dan bisnis. Bahkan dalam melakukan perjalanan pun, perempuan harus mendapat persetujuan suami. Di banyak kawasan sub Sahara Afrika, sebagian besar perempuan memperoleh hak atas tanah melalui suami mereka atas dasar perkawinan, dimana hak-hak itu seringkali hilang saat terjadi perceraian atau kematian sang suami. Di Asia Selatan yang mayoritas Muslim, rata-rata jumlah jam yang digunakan perempuan bersekolah hanya separuh dari yang digunakan laki-laki. Jumlah anak perempuan yang mendaftar ke sekolah menengah di Asia Selatan juga hanya 2/3 dari jumlah anak laki-laki. Di banyak negara berkembang, termasuk di negara-negara Muslim, wirausaha yang dikelola perempuan cenderung kekurangan modal, kurang memiliki akses terhadap mesin, pupuk, informasi tambahan, dan kredit dibandingkan wirausaha yang dikelola laki-laki.

II.          RUMUSAN MASALAH
1.     Apa pengertian feminisme?
2.     Bagaimana sejarah munculnya feminisme?
3.     Apa saja bentuk dari feminisme?
4.     Apa pengertian gerakan gender?

III.          PEMBAHASAN
A.    Pengertian Feminisme
a.      Kamla Bhasin Akhmad dan Night Said Khan
Dalam bukunya persoalan pokok mengenai feminisme dan relevansinya, menjelaskan feminisme adalah “suatu kesadaran akan penindasan dan pemerasan terhadap perempuan dalam masyarakat ditempat kerja dan dalam keluarga serta tindakan sadar oleh perempuan maupun laki-laki untuk mengubah keadaan tersebut”
b.     Yunahar Ilyas
Feminisme ialah “kesadaran akan ketidakadilan gender yang menimpa kaum perempuan baik dalam keluarga maupun dalam masyarakat serta tindakan sadar oleh perempuan dan laki-laki untuk merubah kondisi tersebut.
c.      Wardah Khafidz
Feminisme diartikan sebagai teori sosial sekaligus gerakan pembebasan perempuan yang mengupayakan transformasi ke arah yang lebih adil.[1]
d.     Menurut kamus besar bahasa indonesia, feminisme ialah gerakan wanita yang menuntut persamaan hak sepenuhnya antara laki-laki dan perempuan.[2]
Dari beberapa definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa feminisme adalah suatu aliran yang mendasarkan pemikirannya pada upaya untuk menumbuhkan kesadaran akan adanya penindasan dan ketidakadilan terhadap perempuan dalam masyarakat serta adanya tindakan secara sadar yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang, baik perempuan maupun laki-laki untuk mengubah keadaan tersebut.
Akan tetapi, banyak dikalangan perempuan sendiri menolak terhadap feminisme. Setidaknya ada dua alasan atas penolakan tersebut,  pertama, mereka mungkin tidak sepenuhnya memahami yang dimaksud feminisme atau keliru memahaminya, sehingga feminisme dianggap sebagai sebuah perjuangan yang bersifat ‘anti laki-laki’, menentang kodrat sebagai perempuan dan berbagai atribut yang berkesan mengerikan. Kedua, penolakan terhadap feminisme sesungguhnya merupakan manifestasi ketakutan akan perubahan. Feminisme yang memperjuangkan agar perempuan mereformasi pola relasi dan kuasa antara laki-laki dan perempuan dilingkup pribadi, keluarga, dan publik dilihat sebagai ancaman terhadap kemapanan tradisi, institusi, keluarga dan terhadap ideologi patriaki.[3]

B.    Sejarah Munculnya Feminisme
Gelombang feminisme pertama pada abad 18 dan 19 diletakkan dalam konteks sejarah revolusi Perancis, indutrialisasi, dan perang kemerdekaan di Amerika Utara yang semuanya telah membawa berbagai masalah untuk dan oleh perempuan. Selama revolusi Prancis (1789), suatu revolusi anti feodal, ide tentang status sosial karena hubungan keturunan dan hak-hak feodal dari raja-raja dan para aristokrat telah tumbang. Ada beberapa perempuan yang menonjol dalam menerapkan pandangan baru tentang hubungan antara laki-laki dan perempuan pada masa itu serta mendukung hak-hak perempuan.
Perempuan pertama yang menulis tentang hak-hak dan kewajiban seksualnya adalah Cristine de Pisan (1364-1430). Ide tentang feminisme ini kemudian berlanjut sampai abadke 17 M, ditandai dengan gerakan protes sekuler  yang dilancarkan oleh kalangan feminis melalui tulisan-tulisan dengan nama samaran.
Perkembangan pemikiran filsafat sangat mempengaruhi gagasan feminis awal awal terutama filsafat Cartesian yang beranggapan bahwa semua manusia diberi akal, karena itu pengetahuan yang benar pada prinsipnya dapat dicapai oleh semua orang.
Pada abad ke 18 wacana gerakan masih didominasi oleh persoalan rasionalitas dan otoritas tradisional. Selain dipengaruhi oleh semangat revolusi Amerika dan revolusi Prancis yang menekankan kebebasan dan rasionalitas manusia, gerakan perempuan juga dipengaruhi oleh doktrin Jhon Lock tentang Human Right (hak asazi manusia). Mereka menyadari bahwa dalam perjalanan sejarah nya HAM di Barat lebih dirasakan oleh kaum laki-laki yang dianggap makhluk rasional, sementara perempuan dianggap makhluk yang kurang rasional sehingga perempuan tidak diberikan hak-hak sebagai warga negara sebagaimana laki-laki.
Tokoh feminis yang paling berpengaruh pada abad ke 18 ialah Mary Wollstonecraft. Menurut mary perempuan dan laki-laki mempunyai nalar yang sama, karena itu harus dididikdengan cara yang sama pula. Selain itu ia juga menuntut agar perempuan memperoleh pekerjaan, tanah (kekayaan), dan perlindungan hukum. Pada abad ke 19 ide tentang feminisme tidak hanya muncul dari kalangan perempuan, tetapi juga banyak disuarakan oleh kaum laki-laki, diantaranya Jhon Stuart Mill.
Pada awal abad ke 20, gerakan feminisme masih menakankan tuntutan yang sama dengan masa sebelumnya. Kalangan feminisme berusaha memasukkan ide bahwa perempuan juga merupakan makhluk yang sama dengan laki-laki, dan mempunyai hak yang sama pula dengan laki-laki. Asumsi dasarnya adalah perbedaan laki-laki dan perempuan seperti halnya sifat eksistensialisme, yang memberikan landasan yang teoritis akan kesamaan laki-laki dan perempuan dalam potensi rasionalitasnya. Salah satu pelopor masa ini adalah Simone de Beauvoir, tokoh feminis perancis.[4]

C.    Aliran-aliran Feminisme
Gerakan perempuan di Barat pada tahun 1960-an adalah feminisme gelombang kedua, tujuan politik feminisme terfokus pada penentuan perempuan agar sederajat dengan laki-laki. Setelah berabad-abad diabaikan, disingkirkan dan diremehkan oleh disiplin-disiplin patriarki perempuan berusaha masuk menjadi obyek penyelidikan.
1.     Feminisme Liberal
Asumsi dasar pemikiran aliran ini adalah faham liberalisme, yakni “semua manusia, laki-laki dan perempuan diciptakan seimbang, serasi, dan mestinya tidak terjadi penindasan antara satu dengan yang lainnya”. Feminisme liberal memberikan landasan teoritis akan kesamaan perempuan dalam potensi rasionalitasnya dengan laki-laki.  Namun berhubung perempuan ditempatkan pada posisi tergantung pada suami kiprahnya dalam sektor domsetik, maka yang lebih dominan tumbuh pada perempuan adalah aspek emosional, ketimbang rasional. Apabila perempuan tidak tegantung pada suami dan tiak berkiprah pada sektor domestik, maka perempuan akan menjadi makhluk rasional seperti halnya laki-laki.[5]
Tradisi feminis liberal ini dimulai sejak tahun 1792, ketika Mery Wollstonecraft menerbitkan A Vindication of The Right of Women (1799).
2.     Feminisme Marxis
Feminisme marxis berpendapat bahwa ketertinggalan perempuan bukan disebabkan oleh tindakan individu secara sengaja, tetapi akibat dari struktur ekonomi, politik, dan ekonomi yang erat kaitannya dengan sistem kapitalisme. Menurut mereka tidak mungkin perempuan dapat memperoleh kesempatan yang sama seperti laki-laki jika mereka masih tetap hidup dalam masyarakat berkelas.
Aliran ini menghilangkan struktur kelas dalam masyarakat berdasarkan jenis kelamin dengan melontarkan isu bahwa ketimpangan peran antara kedua jenis kelamin itu sesungguhnya lebih disebabkan oleh faktor budaya alam.
Unsur kunci yang membedakan feminisme marxis dari teori feminisme lainnya terletak pada anggapannya bahwa penindasan kelas merupakan penindasan utama. Penindasan kelas khususnya dikaitkan dengan cara kapitalisme menguasai perempuan daam kedudukan-kedudukan yang direndahkan. Perempuan ditekan karena adanya struktur ekonomi. Kaum feminisme marxis beranggapan bahwa hanya setelah penindasan ekonomi dipecah-pecahkan, penindasan patriakri bisa dihapuskan. Karena itu agar masyarakat dituntut perubahan sosial yang radikal dalam struktur ekonomi dan penghancuran ketidaksamaan berdasarkan kelas.
3.     Feminisme sosialis
Asumsi yang digunakan feminisme sosialis bahwa hidup dalam massyarakat kapitalis bukan satu-satunya penyebab utama keterbelakangan perempuan. Berbeda dengan feminis liberal yang memusatkan perhatian pada proses ditingkat mikro atau feminis radikal yang memusatkan perhatian hanya pada masalah seksualitas, kaum feminis sosial mengaitkan dominasi laki-laki pada proses kapitalisme. Feminisme sosialis mengkritik kaum feminisme liberal karena tidak dapat mengkaitkan patriaki dengan proses kapitalisme dan sistem produksi masyarakat.
Gerakan feminisme sosialis lebih difokuskan pada penyadaran kaum perempuan akan posisi mereka yang tertindas. Menurut mereka banyak perempuan yang tidak sadar bahwa mereka adalah kelompok yang ditindas oleh sistem patriaki.
4.     Feminisme radikal
Isu besar yang diangkat oleh kaum feminis radikal adalah menggugat semua lembaga yang dianggap merugikan perempuan seperti intuisi keluarga dan sistem patriaki, karena keluarga dianggap sebagai instuisi yang melahirkan dominasi sehingga perempuan ditindas.
Kaum feminis radikal ada yang berpandangan sangat ekstrim, tidak hanya menuntut persamaan hak dengan laki-laki tetapi juga persamaan seks. Sebagaimana dijelaskan oleh Fire Stone, tujuan penting yang harus dicapai kaum feminis adalah mengakhiri “the thyrany of the biological family” (tirani keluarga biologis). Jadi aliran ini mempunyai misi menghilangkan perbedaan seksual antara manusia secara kultural. Misalnya kaum perempuan diberi kesempatan memilih untuk melahirkan sendiri atau melahirkan secara buatan atau tidak melahirkan sama sekali.
Beberapa ide tentang seksualitas patriaki memang telah dibahas oleh kaum feminis lainnya, namun krititk terhadap penggunaan konsep tersebut dan terhadap dasar-dasar pemikiran kaum feminis radikal telah banyak dilontarkan:
Pertama, pandangan tersebut menegaskan adanya universalitas kondisi perempuan terlepas dari konteks ruang dan waktu.
Kedua, keterpakuan pada konsep seksualitas dan patriaki tidak memungkinkan orang melihat faktor lain yang mempengaruhi kehidupan kaum perempuan seperti perkembangan kapitalisme atau dinamika dalam ekonomi politik atau pengaruh keduanya terhadap kerja perempuan.
Ketiga, secara analitis mereka tidak menjelaskan mengapa laki-laki perlu mendominasi perempuan. Umumnya penjelasan yang diberikan cenderung mengacu kedorongan biologis laki-laki.
5.     Ekofeminisme
Teori ini timbul karena ketidakpuasan terhadaparah perkembangan ekologi yang semakin bobrok. Salah satu kritik ekofeminisme pada gerakan feminisme modern terutama feminisme liberal dan sosialis / marxis.
Menurut kelompok ekofeminisme dengan masuknya para perempuan ke dunia maskulin, telah menyebabkan peradaban modern semakin dominan diwarnai kualitas maskulin. Kualitas penonjolan diri untuk memperebutkan status dan materi, memang merupakan komoditas batas dan harus diperebutkan. Akibatnya sering terlihat adanya kompetisi, self centered, dominasi, dan eksploitasi.
Kritik yang dilontarkan oleh kaum ekofeminisme telah merubah araah diskusi feminisme pada tahun 1980-an, menjadi lebih terfokus pada analisis kualitas feminin, dan cenderung menerima perbedaaan laki-laki dan perempuan. Mereka mulai percaya bahwa perbedaaan gender bukan semata-mata konstruksi sosial budaya, melainkan juga instrinsik.
Ekofeminisme mengajak para perempuan untuk bangkit melestarikan kwalitas feminitas agar dominasi sistem maskulin dapat diimbangi, sehingga kerusakan alam, dekadensi moral yang semakin mengkhawatirkan dapat dikurangi. [6]
6.     Feminisme postmodern
Ide Posmo - menurut anggapan mereka - ialah ide yang anti absolut dan anti otoritas, gagalnya modernitas dan pemilahan secara berbeda-beda tiap fenomena sosial karena penentangannya pada penguniversalan pengetahuan ilmiah dan sejarah. Mereka berpendapat bahwa gender tidak bermakna identitas atau struktur sosial.
7.     Feminisme post kolonial
Dasar pandangan ini berakar di penolakan universalitas pengalaman perempuan. Pengalaman perempuan yang hidup di negara dunia ketiga (koloni/bekas koloni) berbeda dengan prempuan berlatar belakang dunia pertama. Perempuan dunia ketiga menanggung beban penindasan lebih berat karena selain mengalami pendindasan berbasis gender, mereka juga mengalami penindasan antar bangsa, suku, ras, dan agama. Dimensi kolonialisme menjadi fokus utama feminisme poskolonial yang pada intinya menggugat penjajahan, baik fisik, pengetahuan, nilai-nilai, cara pandang, maupun mentalitas masyarakat. Beverley Lindsay dalam bukunya Comparative Perspectives on Third World Women: The Impact of Race, Sex, and Class menyatakan, “hubungan ketergantungan yang didasarkan atas ras, jenis kelamin, dan kelas sedang dikekalkan oleh institusi-institusi ekonomi, sosial, dan pendidikan.”
8.     Feminisme Nordic
Kaum Feminis Nordic dalam menganalisis sebuah negara sangat berbeda dengan pandangan Feminis Marxis maupun Radikal.Nordic yang lebih menganalisis Feminisme bernegara atau politik dari praktik-praktik yeng bersifat mikro. Kaum ini menganggap bahwa kaum perempuan “harus berteman dengan negara” karena kekuatan atau hak politik dan sosial perempuan terjadi melalui negara yang didukung oleh kebijakan sosial negara. [7]

D.    Gerakan Gender
a.      Isu gender dalam pembangunan
Akibat pembagian kerja yang tidak seimbang melahirkan ketimpangan peran laki-laki dan perempuan. Laki-laki berada di daerah yang makin lama makin berkuasa, menghasilkan uang dan pengaruh, sedangkan perempuan tidak menghasilkan uang, pengaruh ataupun kekuasaan. Lahirlah ketimpangan  yang berakibat ketidakadilan gender yang merugikan perempuan.
Dalam keluarga : isteri mengurus anak, suami bekerja, sebagian besar keputusan diambil oleh suami secara sepihak, anak laki-laki diutamakan dalam meneruskan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi.
Dalam masyarakat: peran-peran perempuan dibatasi pada hal-hal yang tidak penting misalnya sebagai seksi konsumsi, penerima tamu dalam panitia
Dalam pemerintahan : banyak kebijakan yang mengutamakan laki-laki misalnya dalam undang-undang perburuhan tunjangan keluarga melekat pada laki-laki. Tata nilai sosial budaya yang bias gender, dengan dominasi maskulin (budaya patriarki) dalam kehidupan masyarakat. Peraturan dan sistem hukum yang masih banyak bias gender dengan mengutamakan laki-laki dibanding perempuan. Kebijakan dan program pembangunan yang cenderung lebih mengutamakan partisipasi laki-laki daripada perempuan.[8]
b.     Feminisme di Indonesia
Perjuangan gerakan feminisme di Indonesia, sudah terdengar sejak tahun 1960-an, yang mengangkat isu perempuan dan ketidak adilan gender. Isu tersebut baru diakitkan dengan pembangunan pada tahun 1970-an yang diperjuangkan oleh sejumlah LSM.
Memang tidak isa dipungkiri, sejak awal gerakan perempuan di Indonesai, banyak dipengaruhi dan mengambil model gerakan yang sama dengan Barat. Secara umum gerakan feminisme di Indonesia dibagi dalam tiga tahapan : periode pertama, adalah tahapan “pelecehan”. Selama tahun 1975-1985, hampir semua aktivis LSM menganggap gender bukan masalah penting bahkan dilecehkan.  Umumnya mereka tidak menggunakan analisis gender sehingga reaksi terhadap masalah itu sendiri sering menimbulkan konflik antara aktivis perempuan.
Periode kedua, adalah tahun 1985-1995, dasawarsa tersebut pada dasarnya merupakan masa pengenalan dan pemahaman dasar tentang apa yang dimaksud analisis gender dan megapa gender menjadi masalah pembangunan. Lambat laun upaya tersebut membawa hasil, dimana isu gender dan perempuan tidak lagi dilecehkan, bahkan mulai diminati.[9]

E.     Kesimpulan
Feminisme adalah suatu aliran yang mendasarkan pemikirannya pada upaya untuk menumbuhkan kesadaran akan adanya penindasan dan ketidakadilan terhadap perempuan dalam masyarakat serta adanya tindakan secara sadar yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang, baik perempuan maupun laki-laki untuk mengubah keadaan tersebut.
     Aliran-aliran feminisme:
1.     Feminisme liberal
2.     Feminisme marxis
3.     Feminisme sosialis
4.     Feminisme radikal
5.     Ekofeminisme
6.     Feminisme post-modern
7.     Feminisme kolonial
8.     Feminisme nordic
Setelah kita mempelajari perkembangan feminisme dan respon-respon yang ada di Barat, kita dapat menyimpulkan bahwa telah terjadi pergeseran persepsi dari konsep feminisme itu sendiri. Peregeseran konsep feminisme ke arah yang lebih multikultural tampaknya cocok untuk keadaan di Indonesia.

F.     Penutup
Demikianlah makalah yang dapat kami sam[paikan tentang feminisme dan gerakan gender, semoga bermanfaat bagi pembaca.
Tentunya makalah ini tidak terlepas dari kesalahan maupun kekurangan dalam pengisian materi. Oleh karena itu, pemakalah menerima kritik maupun saran  yang membangun guna memperbaiki makalah selanjutnya.




DAFTAR PUSTAKA
·       Suralaga,Fadilah, dkk, 2003, Pengantar Kajian Gender, Jakarta, Pusat Studi Wanita
·       KBBI (kamus besar bahasa Indonesia) offline versi 1.1



[1] Fadilah Suralaga, dkk, pengantar Kajian Gender, (Jakarta: Pusat Studi Wanita UIN Syarif Hidayatullah, 2003), hal. 86-88
[2] KBBI (kamus besar bahasa Indonesia) offline versi 1.1
[3] Opcit. pengantar Kajian Gender, hal. 88
[4] Opcit. pengantar Kajian Gender, hal 88-94


[6] Opcit. pengantar kajian gender, hal 106-1011
[9]Opcit. pengantar Kajian Gender, hal. 122-123

0 komentar :

Posting Komentar