FEMINISME DAN
GERAKAN GENDER
Makalah
Disusun guna
memenuhi tugas mata kuliah : Islam dan Kesetaraan Gender
Dosen pengampu
: Dra. Hj. Jauharatul Farida, M.Ag.
Disusun oleh :
1.
Imamah Zuhroh (121111046)
2.
Millatul
Karimah (121111062)
3.
M. Imdad
Mahbubi (121111065)
FAKULTAS DAKWAH
DAN KOMUNIKASI
INSTITUT AGAMA
ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
2013
I.
PENDAHULUAN
Di sebagian besar belahan dunia, termasuk di negara-negara Muslim,
perempuan secara umum mengalami keterasingan. Di banyak negara dewasa ini,
tidak ada jaminan kesetaraan antara perempuan dan laki-laki dalam bidang
sosial, politik, ekonomi, dan hukum. Di sejumlah negara, perempuan dibatasi
haknya atas kepemilikan tanah, mengelola properti, dan bisnis. Bahkan dalam
melakukan perjalanan pun, perempuan harus mendapat persetujuan suami. Di banyak
kawasan sub Sahara Afrika, sebagian besar perempuan memperoleh hak atas tanah
melalui suami mereka atas dasar perkawinan, dimana hak-hak itu seringkali
hilang saat terjadi perceraian atau kematian sang suami. Di Asia Selatan yang
mayoritas Muslim, rata-rata jumlah jam yang digunakan perempuan bersekolah
hanya separuh dari yang digunakan laki-laki. Jumlah anak perempuan yang
mendaftar ke sekolah menengah di Asia Selatan juga hanya 2/3 dari jumlah anak
laki-laki. Di banyak negara berkembang, termasuk di negara-negara Muslim,
wirausaha yang dikelola perempuan cenderung kekurangan modal, kurang memiliki
akses terhadap mesin, pupuk, informasi tambahan, dan kredit dibandingkan
wirausaha yang dikelola laki-laki.
II.
RUMUSAN
MASALAH
1.
Apa
pengertian feminisme?
2.
Bagaimana
sejarah munculnya feminisme?
3.
Apa
saja bentuk dari feminisme?
4.
Apa
pengertian gerakan gender?
III.
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Feminisme
a.
Kamla
Bhasin Akhmad dan Night Said Khan
Dalam
bukunya persoalan pokok mengenai feminisme dan relevansinya, menjelaskan
feminisme adalah “suatu kesadaran akan penindasan dan pemerasan terhadap
perempuan dalam masyarakat ditempat kerja dan dalam keluarga serta tindakan
sadar oleh perempuan maupun laki-laki untuk mengubah keadaan tersebut”
b.
Yunahar
Ilyas
Feminisme
ialah “kesadaran akan ketidakadilan gender yang menimpa kaum perempuan baik
dalam keluarga maupun dalam masyarakat serta tindakan sadar oleh perempuan dan
laki-laki untuk merubah kondisi tersebut.
c.
Wardah
Khafidz
Feminisme
diartikan sebagai teori sosial sekaligus gerakan pembebasan perempuan yang
mengupayakan transformasi ke arah yang lebih adil.[1]
d.
Menurut
kamus besar bahasa indonesia, feminisme ialah gerakan wanita yang menuntut
persamaan hak sepenuhnya antara laki-laki dan perempuan.[2]
Dari beberapa definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa feminisme
adalah suatu aliran yang mendasarkan pemikirannya pada upaya untuk menumbuhkan
kesadaran akan adanya penindasan dan ketidakadilan terhadap perempuan dalam
masyarakat serta adanya tindakan secara sadar yang dilakukan oleh seseorang
atau sekelompok orang, baik perempuan maupun laki-laki untuk mengubah keadaan
tersebut.
Akan tetapi, banyak dikalangan perempuan sendiri menolak terhadap
feminisme. Setidaknya ada dua alasan atas penolakan tersebut, pertama, mereka mungkin tidak
sepenuhnya memahami yang dimaksud feminisme atau keliru memahaminya, sehingga
feminisme dianggap sebagai sebuah perjuangan yang bersifat ‘anti laki-laki’,
menentang kodrat sebagai perempuan dan berbagai atribut yang berkesan
mengerikan. Kedua, penolakan terhadap feminisme sesungguhnya merupakan
manifestasi ketakutan akan perubahan. Feminisme yang memperjuangkan agar
perempuan mereformasi pola relasi dan kuasa antara laki-laki dan perempuan
dilingkup pribadi, keluarga, dan publik dilihat sebagai ancaman terhadap
kemapanan tradisi, institusi, keluarga dan terhadap ideologi patriaki.[3]
B.
Sejarah
Munculnya Feminisme
Gelombang feminisme pertama pada abad 18 dan 19 diletakkan dalam
konteks sejarah revolusi Perancis, indutrialisasi, dan perang kemerdekaan di
Amerika Utara yang semuanya telah membawa berbagai masalah untuk dan oleh perempuan.
Selama revolusi Prancis (1789), suatu revolusi anti feodal, ide tentang status
sosial karena hubungan keturunan dan hak-hak feodal dari raja-raja dan para
aristokrat telah tumbang. Ada beberapa perempuan yang menonjol dalam menerapkan
pandangan baru tentang hubungan antara laki-laki dan perempuan pada masa itu
serta mendukung hak-hak perempuan.
Perempuan pertama yang menulis tentang hak-hak dan kewajiban
seksualnya adalah Cristine de Pisan (1364-1430). Ide tentang feminisme ini
kemudian berlanjut sampai abadke 17 M, ditandai dengan gerakan protes
sekuler yang dilancarkan oleh kalangan
feminis melalui tulisan-tulisan dengan nama samaran.
Perkembangan pemikiran filsafat sangat mempengaruhi gagasan feminis
awal awal terutama filsafat Cartesian yang beranggapan bahwa semua manusia
diberi akal, karena itu pengetahuan yang benar pada prinsipnya dapat dicapai
oleh semua orang.
Pada abad ke 18 wacana gerakan masih didominasi oleh persoalan
rasionalitas dan otoritas tradisional. Selain dipengaruhi oleh semangat
revolusi Amerika dan revolusi Prancis yang menekankan kebebasan dan
rasionalitas manusia, gerakan perempuan juga dipengaruhi oleh doktrin Jhon Lock
tentang Human Right (hak asazi manusia). Mereka menyadari bahwa dalam
perjalanan sejarah nya HAM di Barat lebih dirasakan oleh kaum laki-laki yang
dianggap makhluk rasional, sementara perempuan dianggap makhluk yang kurang
rasional sehingga perempuan tidak diberikan hak-hak sebagai warga negara
sebagaimana laki-laki.
Tokoh feminis yang paling berpengaruh pada abad ke 18 ialah Mary
Wollstonecraft. Menurut mary perempuan dan laki-laki mempunyai nalar yang sama,
karena itu harus dididikdengan cara yang sama pula. Selain itu ia juga menuntut
agar perempuan memperoleh pekerjaan, tanah (kekayaan), dan perlindungan hukum.
Pada abad ke 19 ide tentang feminisme tidak hanya muncul dari kalangan
perempuan, tetapi juga banyak disuarakan oleh kaum laki-laki, diantaranya Jhon
Stuart Mill.
Pada awal abad ke 20, gerakan feminisme masih menakankan tuntutan
yang sama dengan masa sebelumnya. Kalangan feminisme berusaha memasukkan ide
bahwa perempuan juga merupakan makhluk yang sama dengan laki-laki, dan
mempunyai hak yang sama pula dengan laki-laki. Asumsi dasarnya adalah perbedaan
laki-laki dan perempuan seperti halnya sifat eksistensialisme, yang
memberikan landasan yang teoritis akan kesamaan laki-laki dan perempuan dalam
potensi rasionalitasnya. Salah satu pelopor masa ini adalah Simone de Beauvoir,
tokoh feminis perancis.[4]
C.
Aliran-aliran
Feminisme
Gerakan perempuan di Barat pada tahun 1960-an adalah feminisme
gelombang kedua, tujuan politik feminisme terfokus pada penentuan perempuan
agar sederajat dengan laki-laki. Setelah berabad-abad diabaikan, disingkirkan
dan diremehkan oleh disiplin-disiplin patriarki perempuan berusaha masuk
menjadi obyek penyelidikan.
1.
Feminisme
Liberal
Asumsi dasar pemikiran aliran ini adalah faham liberalisme, yakni “semua
manusia, laki-laki dan perempuan diciptakan seimbang, serasi, dan mestinya
tidak terjadi penindasan antara satu dengan yang lainnya”. Feminisme liberal
memberikan landasan teoritis akan kesamaan perempuan dalam potensi
rasionalitasnya dengan laki-laki. Namun
berhubung perempuan ditempatkan pada posisi tergantung pada suami kiprahnya
dalam sektor domsetik, maka yang lebih dominan tumbuh pada perempuan adalah
aspek emosional, ketimbang rasional. Apabila perempuan tidak tegantung pada
suami dan tiak berkiprah pada sektor domestik, maka perempuan akan menjadi
makhluk rasional seperti halnya laki-laki.[5]
Tradisi feminis liberal ini dimulai sejak tahun 1792, ketika Mery Wollstonecraft
menerbitkan A Vindication of The Right of Women (1799).
2.
Feminisme
Marxis
Feminisme marxis berpendapat bahwa ketertinggalan perempuan bukan
disebabkan oleh tindakan individu secara sengaja, tetapi akibat dari struktur
ekonomi, politik, dan ekonomi yang erat kaitannya dengan sistem kapitalisme.
Menurut mereka tidak mungkin perempuan dapat memperoleh kesempatan yang sama
seperti laki-laki jika mereka masih tetap hidup dalam masyarakat berkelas.
Aliran ini menghilangkan struktur kelas dalam masyarakat
berdasarkan jenis kelamin dengan melontarkan isu bahwa ketimpangan peran antara
kedua jenis kelamin itu sesungguhnya lebih disebabkan oleh faktor budaya alam.
Unsur kunci yang membedakan feminisme marxis dari teori feminisme
lainnya terletak pada anggapannya bahwa penindasan kelas merupakan penindasan
utama. Penindasan kelas khususnya dikaitkan dengan cara kapitalisme menguasai
perempuan daam kedudukan-kedudukan yang direndahkan. Perempuan ditekan karena
adanya struktur ekonomi. Kaum feminisme marxis beranggapan bahwa hanya setelah
penindasan ekonomi dipecah-pecahkan, penindasan patriakri bisa dihapuskan.
Karena itu agar masyarakat dituntut perubahan sosial yang radikal dalam struktur
ekonomi dan penghancuran ketidaksamaan berdasarkan kelas.
3.
Feminisme
sosialis
Asumsi yang digunakan feminisme sosialis bahwa hidup dalam
massyarakat kapitalis bukan satu-satunya penyebab utama keterbelakangan
perempuan. Berbeda dengan feminis liberal yang memusatkan perhatian pada proses
ditingkat mikro atau feminis radikal yang memusatkan perhatian hanya pada
masalah seksualitas, kaum feminis sosial mengaitkan dominasi laki-laki pada
proses kapitalisme. Feminisme sosialis mengkritik kaum feminisme liberal karena
tidak dapat mengkaitkan patriaki dengan proses kapitalisme dan sistem produksi
masyarakat.
Gerakan feminisme sosialis lebih difokuskan pada penyadaran kaum
perempuan akan posisi mereka yang tertindas. Menurut mereka banyak perempuan
yang tidak sadar bahwa mereka adalah kelompok yang ditindas oleh sistem
patriaki.
4.
Feminisme
radikal
Isu besar yang diangkat oleh kaum feminis radikal adalah menggugat
semua lembaga yang dianggap merugikan perempuan seperti intuisi keluarga dan
sistem patriaki, karena keluarga dianggap sebagai instuisi yang melahirkan
dominasi sehingga perempuan ditindas.
Kaum feminis radikal ada yang berpandangan sangat ekstrim, tidak
hanya menuntut persamaan hak dengan laki-laki tetapi juga persamaan seks.
Sebagaimana dijelaskan oleh Fire Stone, tujuan penting yang harus dicapai kaum
feminis adalah mengakhiri “the thyrany of the biological family” (tirani
keluarga biologis). Jadi aliran ini mempunyai misi menghilangkan perbedaan
seksual antara manusia secara kultural. Misalnya kaum perempuan diberi
kesempatan memilih untuk melahirkan sendiri atau melahirkan secara buatan atau
tidak melahirkan sama sekali.
Beberapa
ide tentang seksualitas patriaki memang telah dibahas oleh kaum feminis
lainnya, namun krititk terhadap penggunaan konsep tersebut dan terhadap
dasar-dasar pemikiran kaum feminis radikal telah banyak dilontarkan:
Pertama, pandangan
tersebut menegaskan adanya universalitas kondisi perempuan terlepas dari
konteks ruang dan waktu.
Kedua, keterpakuan
pada konsep seksualitas dan patriaki tidak memungkinkan orang melihat faktor
lain yang mempengaruhi kehidupan kaum perempuan seperti perkembangan
kapitalisme atau dinamika dalam ekonomi politik atau pengaruh keduanya terhadap
kerja perempuan.
Ketiga, secara analitis
mereka tidak menjelaskan mengapa laki-laki perlu mendominasi perempuan. Umumnya
penjelasan yang diberikan cenderung mengacu kedorongan biologis laki-laki.
5.
Ekofeminisme
Teori ini timbul karena ketidakpuasan terhadaparah perkembangan
ekologi yang semakin bobrok. Salah satu kritik ekofeminisme pada gerakan
feminisme modern terutama feminisme liberal dan sosialis / marxis.
Menurut kelompok ekofeminisme dengan masuknya para perempuan ke
dunia maskulin, telah menyebabkan peradaban modern semakin dominan diwarnai
kualitas maskulin. Kualitas penonjolan diri untuk memperebutkan status dan
materi, memang merupakan komoditas batas dan harus diperebutkan. Akibatnya
sering terlihat adanya kompetisi, self centered, dominasi, dan eksploitasi.
Kritik yang dilontarkan oleh kaum ekofeminisme telah merubah araah
diskusi feminisme pada tahun 1980-an, menjadi lebih terfokus pada analisis
kualitas feminin, dan cenderung menerima perbedaaan laki-laki dan perempuan.
Mereka mulai percaya bahwa perbedaaan gender bukan semata-mata konstruksi
sosial budaya, melainkan juga instrinsik.
Ekofeminisme mengajak para perempuan untuk bangkit melestarikan
kwalitas feminitas agar dominasi sistem maskulin dapat diimbangi, sehingga
kerusakan alam, dekadensi moral yang semakin mengkhawatirkan dapat dikurangi. [6]
6.
Feminisme
postmodern
Ide Posmo - menurut anggapan mereka - ialah ide yang anti absolut
dan anti otoritas, gagalnya modernitas dan pemilahan secara berbeda-beda tiap
fenomena sosial karena penentangannya pada penguniversalan pengetahuan ilmiah
dan sejarah. Mereka berpendapat bahwa gender tidak bermakna identitas atau
struktur sosial.
7.
Feminisme
post kolonial
Dasar pandangan ini berakar di penolakan universalitas pengalaman
perempuan. Pengalaman perempuan yang hidup di negara dunia ketiga (koloni/bekas
koloni) berbeda dengan prempuan berlatar belakang dunia pertama. Perempuan
dunia ketiga menanggung beban penindasan lebih berat karena selain mengalami
pendindasan berbasis gender, mereka juga mengalami penindasan antar bangsa,
suku, ras, dan agama. Dimensi kolonialisme menjadi fokus utama feminisme
poskolonial yang pada intinya menggugat penjajahan, baik fisik, pengetahuan,
nilai-nilai, cara pandang, maupun mentalitas masyarakat. Beverley Lindsay dalam
bukunya Comparative Perspectives on Third World Women: The Impact of Race, Sex,
and Class menyatakan, “hubungan ketergantungan yang didasarkan atas ras, jenis
kelamin, dan kelas sedang dikekalkan oleh institusi-institusi ekonomi, sosial,
dan pendidikan.”
8.
Feminisme
Nordic
Kaum Feminis Nordic dalam menganalisis sebuah negara sangat berbeda
dengan pandangan Feminis Marxis maupun Radikal.Nordic yang lebih menganalisis
Feminisme bernegara atau politik dari praktik-praktik yeng bersifat mikro. Kaum
ini menganggap bahwa kaum perempuan “harus berteman dengan negara” karena
kekuatan atau hak politik dan sosial perempuan terjadi melalui negara yang didukung
oleh kebijakan sosial negara. [7]
D.
Gerakan
Gender
a.
Isu
gender dalam pembangunan
Akibat pembagian kerja yang tidak seimbang melahirkan ketimpangan
peran laki-laki dan perempuan. Laki-laki berada di daerah yang makin lama makin
berkuasa, menghasilkan uang dan pengaruh, sedangkan perempuan tidak
menghasilkan uang, pengaruh ataupun kekuasaan. Lahirlah ketimpangan yang berakibat ketidakadilan gender yang
merugikan perempuan.
Dalam keluarga : isteri mengurus anak, suami bekerja, sebagian
besar keputusan diambil oleh suami secara sepihak, anak laki-laki diutamakan
dalam meneruskan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi.
Dalam
masyarakat: peran-peran perempuan dibatasi pada hal-hal yang tidak penting
misalnya sebagai seksi konsumsi, penerima tamu dalam panitia
Dalam pemerintahan : banyak kebijakan yang mengutamakan laki-laki
misalnya dalam undang-undang perburuhan tunjangan keluarga melekat pada
laki-laki. Tata nilai sosial budaya yang bias gender, dengan dominasi maskulin
(budaya patriarki) dalam kehidupan masyarakat. Peraturan dan sistem hukum yang
masih banyak bias gender dengan mengutamakan laki-laki dibanding perempuan. Kebijakan
dan program pembangunan yang cenderung lebih mengutamakan partisipasi laki-laki
daripada perempuan.[8]
b.
Feminisme
di Indonesia
Perjuangan gerakan feminisme di Indonesia, sudah terdengar sejak
tahun 1960-an, yang mengangkat isu perempuan dan ketidak adilan gender. Isu
tersebut baru diakitkan dengan pembangunan pada tahun 1970-an yang
diperjuangkan oleh sejumlah LSM.
Memang tidak isa dipungkiri, sejak awal gerakan perempuan di
Indonesai, banyak dipengaruhi dan mengambil model gerakan yang sama dengan
Barat. Secara umum gerakan feminisme di Indonesia dibagi dalam tiga tahapan : periode
pertama, adalah tahapan “pelecehan”. Selama tahun 1975-1985, hampir semua
aktivis LSM menganggap gender bukan masalah penting bahkan dilecehkan. Umumnya mereka tidak menggunakan analisis
gender sehingga reaksi terhadap masalah itu sendiri sering menimbulkan konflik antara
aktivis perempuan.
Periode kedua, adalah tahun 1985-1995, dasawarsa tersebut pada
dasarnya merupakan masa pengenalan dan pemahaman dasar tentang apa yang
dimaksud analisis gender dan megapa gender menjadi masalah pembangunan. Lambat
laun upaya tersebut membawa hasil, dimana isu gender dan perempuan tidak lagi
dilecehkan, bahkan mulai diminati.[9]
E.
Kesimpulan
Feminisme adalah suatu aliran yang mendasarkan pemikirannya pada
upaya untuk menumbuhkan kesadaran akan adanya penindasan dan ketidakadilan
terhadap perempuan dalam masyarakat serta adanya tindakan secara sadar yang
dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang, baik perempuan maupun laki-laki
untuk mengubah keadaan tersebut.
Aliran-aliran feminisme:
1.
Feminisme
liberal
2.
Feminisme
marxis
3.
Feminisme
sosialis
4.
Feminisme
radikal
5.
Ekofeminisme
6.
Feminisme
post-modern
7.
Feminisme
kolonial
8.
Feminisme
nordic
Setelah kita mempelajari perkembangan feminisme dan respon-respon
yang ada di Barat, kita dapat menyimpulkan bahwa telah terjadi pergeseran
persepsi dari konsep feminisme itu sendiri. Peregeseran konsep feminisme ke
arah yang lebih multikultural tampaknya cocok untuk keadaan di Indonesia.
F.
Penutup
Demikianlah makalah yang dapat kami sam[paikan tentang feminisme
dan gerakan gender, semoga bermanfaat bagi pembaca.
Tentunya makalah ini tidak terlepas dari kesalahan maupun
kekurangan dalam pengisian materi. Oleh karena itu, pemakalah menerima kritik
maupun saran yang membangun guna
memperbaiki makalah selanjutnya.
DAFTAR PUSTAKA
· Suralaga,Fadilah, dkk, 2003, Pengantar Kajian Gender, Jakarta, Pusat
Studi Wanita
· KBBI (kamus besar bahasa Indonesia) offline versi 1.1
[1]
Fadilah Suralaga, dkk, pengantar Kajian Gender, (Jakarta: Pusat Studi Wanita
UIN Syarif Hidayatullah, 2003), hal. 86-88
[2]
KBBI (kamus besar bahasa Indonesia) offline versi 1.1
[3]
Opcit. pengantar Kajian Gender, hal. 88
[4]
Opcit. pengantar Kajian Gender, hal 88-94
[6]
Opcit. pengantar kajian gender, hal 106-1011
[9]Opcit.
pengantar Kajian Gender, hal. 122-123
0 komentar :
Posting Komentar