Rabu, 16 Oktober 2013


KEDUDUKAN DAN FUNGSI SUNNAH DALAM HUKUM ISLAM

Makalah
Disusun Guna Memenuhi
Tugas mata kuliah : Ushul Fiqh
Dosen Pengampu : Bapak Dr.H.Abu Rokhmad, M.Ag



Disusun Oleh :
1.     Imamah zuhroh                       (121111046)
2.     Iman najmudin                       (121111047)



FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
2013

1.     PENDAHULUAN
Kita tahu bahwa umat Islam menggunakan al-Qur’an dan hadits sebagai pedoman hidup, sumber hukum dan ajaran islam, tidak dapat di pisahkan antara satu dan lainnya. Al-Qur’an sebagai sumber pertama memuat ajaran-ajaran yang bersifat umum dan global, yang perlu di jelaskan lebih lanjut dan terperinci. Sedangkan sunnah sebagai sumber ajaran yang kedua tampil untuk menjelaskan ke umuman isi alqur’an tersebut.
Allah SWT menurunkan Al-Quran bagi umat manusia, agar alquran ini dapat di fahami oleh manusia, maka Rasul SAW di perintahkan untuk menjelaskan kandungan dan cara-cara melaksanakan ajarannya kepada mereka melalui hadis-hadisnya.


2.     RUMUSAN MASALAH
a.      Pengertian sunnah
b.     Kedudukan sunnah sebagai sumber hukum islam
c.      Fungsi sunnah sebagai sumber hukum islam
d.     Relasi Al-Qur’an dengan sunnah
 
3.     PEMBAHASAN
a.      Pengertian sunnah
Lafadz Sunnah artinya, menurut bahasa adalah : jalan. Diantaranya adalah firman Allah SWT:
Artinya:
وَلَنْ تَجِدَ لِسُنَّةِ اللَّهِ تَبْدِيلا
Dan kamu sekali kali tiada akan mendapatkan perubahan terhadap sunnah Allah” (Q.S Al ahzab:62)[1]

Sedangkan sedangkan menurut istilah agama yaitu perkataan Nabi, perbuatannya dan taqrirnya (yakni ucapan dan perbuatan sahabat yang beliau diamkan ndengan arti membenarkannya). Dengan demikian sunnah Nabi dapat berupa sunnah qauliyah (perkataan), sunnah fi’liyah (perbuatan), sunnah taqririyah (ketetapan). [2]
1.     Macam-macam sunnah
a.      Sunnah qouliyah
Sunnah qouliyah yakni hadits-hadits Rasul SAW yang beliau katakan dalam berbagai tujuan dan konteks. Misalnya sabda Rasulullah Saw
Artinya :
هوالطهورماؤه الحل ميتته
“lautan adalah yang suci airnya dan halal bangkainya”
b.     Sunnah fi’liyyah
Sunnah fi’liyyah ialah perbuatan-perbuatan Rasulullah Saw sebagaimana tindakan nya menunaikan sholat lima waktu dengan cara-caramya dan rukun-rukun nya, perbuatan nya melaksanakan manasik haji, dan putusannya dengan berdasarkan seorang saksi dan sumpah dari pihak pendakwa.
c.      Sunnah taqririyah
Sunnah taqririyah ialah sesuatu yang timbul dari sahabat Rasulullah Saw  yang telah diakui oleh Rasulullah Saw, baik berupa ucapan maupun perbuatan. Pengakuan tersebut ada kalanya dengan sikap diamnya dan tidak adanya keingkaran beliau, atau dengan adanya persetujuan dan adanya pernyataan penilaian baik terhadap perbuatan itu. [3]
2.     Dalil-dalil keabsahan sunnah
Al-Qur’an memerintahkan kaum muslimin untuk menaaati Rasulullah seperti dalam ayat
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُولِي الأمْرِ مِنْكُمْ فَإِنْ تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللَّهِ وَالرَّسُولِ إِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ ذَلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلا

Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri diantara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikan ia kepada Allah (Al-Qur’an) dan Rasul (sunnah Nya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama(bagimu) dan lebih baik akibatnya (QS Annisa’ : 59)

Ada juga ayat yang menjelaskan bahwa pada diri Rasulullah terdapat suri tauladan yang baik, bahkan agung akhlak nya. Disamping itu Allah menilai bahwa orang yang menaati Rasul adalah sama dengan menaati Allah seperti dalam ayat :

مَنْ يُطِعِ الرَّسُولَ فَقَدْ أَطَاعَ اللَّهَ وَمَنْ تَوَلَّى فَمَا أَرْسَلْنَاكَ عَلَيْهِمْ حَفِيظًا
Barangsiapa yang menaati Rasul itu, sesungguhnya dia telah menaati Allah. Dan barangsiapa yang berpaling (dari ketaatan itu) maka kami tidak mengutusmu untuk menjadi pemelihara bagi mereka (QS.Annisa 80)

Dan Allah menganggap tidak ideal iman seseorang yang tidak menyerah kepada keputusan Rasulullah, dengan demikian walaupun otoritas pokok islam adalah Al-Qur’an, namun Al-Qur’an mengatak bahwa Rasulullah adalah sebagai penafsir dari ayat-ayat Al-Qur’an. Berdasarkan beberapa ayat tersebut, para sahabat semasa hidup nabi dan setelah wafatnya telah sepakat atas keharusan menjadikan Sunnah Rasulullah sebagai sumber hukum.[4]

b.     Kedudukan sunnah sebagai sumber hukum islam
Para Ulama’ islam telah mentapkan bahwa hadits Rasul adalah menjadi hujjah dalam agama islam disamping alasan yang pertama Al-Qur’an, baik tentang menghalalkan atau mengharamkan.
Firman Allah SWT surat Al-Hasyr ayat 7 berbunyi
ومااتاكم الرسول فخذوه ومانهاكم عنه فانتهو
“Hendaklah kamu ambil (ikut) sesuatu yang dibawa oleh Rasul kepadamu dan hendaklah kamu jauhi sesuatu yang dilarang”
(Q.S Al-Hasyr : 7)

Sabda Rasulullah SAW:
الاواني اتيت القران ومثله معه.(رواه ابوداودوالترميدي)

“Ingatlah ; sesungguhnya aku berikan Al-Qur’an dan yang seumpamanya besertanya” (H.R Abu Daud dan Tirmidzi)

Ayat dan hadits diatas menjelaskan bahwa sunnah Nabi menjadi hujah kedua dalam menetapkan hukum syara’.[5]

c.      Fungsi sunnah sebagai sumber hukum islam
Secara umum fungsi sunnah adalah sebagai bayan (penjelasan) atau tabyiin (menjelaskan ayat-ayat hukum dalam Al-Qur’an)
Ada beberapa bentuk fungsi sunnah terhadap Al-Qur’an:
1.     Menjelaskan isi Al-Qur’an, antara lain dengan merinci ayat-ayat global. Misalnya hadits fi’liyyah (dalam bentuk perbuatan) Rasulullah yang menjelaskan cara melakukan shalat yang diwajibkan dalam Al-Qur’an dalam hadits riwayat Bukhari dari Bu Hurairah. Disamping itu juga sunnah Rasulullah berfungsi untuk menakhsis ayat-ayat umum dalam Al-Qur’an yaotu menjelaskan bahwa yang dimaksud oleh Allah adalah sebagian dari cakupan lafal umum itu. Contoh :
عن ابى هريىرةيقول نهى رسول الله صلى الله علىه وسلم ان يجمع الرجل بين المرءة وعمتهاوبين
 المراءةوخالتها
(رواه البخارى ومسلم)

Dari Abu Hurairah berkata, Rasulullah saw melarang memadu  antara seorang wanita dengan bibinya saudara ayah atau ibu.
(HR Al-Bukhari dan Muslim)
Hadits tersebut mentakhsis keumuman surat annisa:24 sebagai berikut
والمحصنات من النساءالاما ملكت اىمانكم كتابالله عليكم كتاب الله عليكم
و احل لكم ما وراء دلكم ان تبتغواباموالكم محسنين غيرمسافحين
قمااستمتعتم به منهن فاتوهن اجورهن فريضة ولماجناح عليكم فيما
تراضيتم به من بعدالفريضة ان الله كان عليما حكيما
(النساء :  )  

Dan (diharamkan juga kamu mengawini) wanita yang bersuami, kecuali budak-budak yang kamu miliki (Allah telah mentapkan hukum itu) sebagai ketetapan-Nya atas kamu. Dan dihalalkan bagi kamu selain yang sedemikian (yaitu) mencari istri-istri dengan hartamu untuk dikawini bukan untuk berzina. Maka istri-istri yang tealah kamu campuri diantara mereka, berikanlah kepada mereka maharnya (dengan sempurna), sebagai suatu kewajiban; dan tiadalah mengapa bagi kamu terhadap sesuatu yang kamu telah saling merelakan nya,sesudah mahar itu. Sesungguhnya Allah maha mengetahui lagi maha bijaksana. (QS.annisa:24)

2.     Membuat aturan tambahan yang bersifat teknis atas sesuatu kewajiban yang disebutkan pokok-pokoknya didalam Al-Qur’an. Misalnya li’an, bilamana seorang suami menuduh istrinya berzina tetapi tidak mampu mengajukan empat orang saksi padahal istrinya itu tidak mengakuinya, maka jalan keluar nya adalah adalah engan cara li’an. Li’an adalah sumpah empat kali dari pihak suami bahwa tuduhan nya adalah benar dan dan pada kali yang kelima ia berkata: “la’nat atau kutukan Allah atas ku jika aku termasuk kedalam orang-orang yang berdusta”. Setetah itu istri pula mengadakan lima kali sumpah membantah tuduhan tersebut sebagaimana dijelaskan dalam firman Allah:

والذين يرمون ازواجهم ولم يكن لهم شهداءالا انفسهم فشهادة احدهم اربع شهادات باالله انه لمن الصادقين. والخامسة ان لعنة الله عليه ان كان من الكاذبين. ويدراءعنهاالعداب ان تشهد اربع شهادات بالله انه لمن الكادبين. والخامسة ان غضب الله عليها ان كان من الصادقين (النور )

Dan orang-orang yang menuduh istrinya (berzina), padahal mereka tidak ada mempunyai saksi-saksi selain diri mereka sendiri, maka persaksian orang itu adalah empat kali bersumpah dengan nama Allah, sesungguhnya dia adalah termasuk orang-orang yang bemar. Dan (sumpah) yang kelima: bahwa laknat Allah atasnya, jika ia termasuk orang-orang yang berdusta. Istrinya itu di hindarkan dari hukuman oleh sumpahnya empatt kali atas nama Allah sesungguhnya suaminya itu termasuk orang-orang yang dusta, dan sumpah yang kelima bahwa laknat Allah atasnya jika suaminya itu termasuk orang-orang yang benar.(QS.An-nur:6-9)

Sehingga dengan li’an yan dilakukan nya suami lepas dari hukuman qadzaf (delapan puluh kali dera atas orang yang menuduh orang lain berzina tanpa saksi) dan istri pun bebas dari tuduhan berzina itu. Namun dalam ayat tersebut tidak dijelskan apakah hubungan suami istri antara keduanya masih lanjut atau terputus. Sunnah Rasulullah mrnjelskan hal itu yaitu antara keduanya dipisahkan buat selamanya (HR. Ahmad dan Abu Daud).
3.   Menetapkan hukum yang belum  disinggung dalam Al-Qur’an. Contohnya hadits riwayat Annasa’i dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah bersabda mengenai keharaman memakan binatang buruan yang mempunyai taring dan burung yang mempunyai cakar sebagaimana disebutkan dalam hadits

عن ابى هريرة عن النبي صلى الله عليه وسلم قال كل دي ناب من السباع فاكله حرام (رواه النساء)

Dari Abu Hurairah, Nabi SAW bersabda semua jenis binatang buruan yang mempunyai taring dan burung yang mempunyai cakar, maka hukum memakan nya adalah haram. (HR. Annasa’i)[6]

d.     Hubungan sunnah dengan Al-Qur’an.
Adapun hubungan sunnah dengan Al-qur’an dari segi penggunaan nya sebagai hujjah dan referensi sebagai istinbath hukum syara’maka ia berada pada  urutan setelah Al-Qur’an, dimana seorang mujtahid dalam mengkaji suatu kasus tidak akan mengacu pada assunnah kecuali apabila ia tidak menemukan hukum sesuatu yang ingin diketahui hukumnya didalam Al-Qur’a, karena sebenarnya Al-Qur’an merupakan sumber pokok dalam pembentukan hukum islam dan sumber pertamanya.
Adapun hubungan sunnah dengan Al-Qur’an dari segi hukum yang datang didalam nya, maka sebenarnya sunnah tidak melampaui salah satu dari tiga hal
1.     Adakalanya Assunnah itu menetapkan atau mengukuhkan hukum yang telah ada dalam Al-Qur’an. Jadi hukum tersebut mempunyai dua sumber dan dua dalil yaitu
a.      Dalil yang mentapkan dari ayat0ayat Alqur’an dan
b.     Dalil yang mengukuhkan berupa sunnah Rasul
Diantara hukum-hukum dalam kategori ini adalah perintah untk mendirikan shalat, menunaikan zakat, puasa ramadhan, melaksanakan haji di baitullah, larangan menyekutukan Allah dan berbagai hal yang diperintahkan maupun yang dilarang lainnya, yang telah ditunjuki oleh Al-Quran dan dikukuhgkan oleh sunnah Rasul saw dan dalil atas hukum itu dikemukakan dari kedua-duanya.
2.     Adakalanya assunnah itu memerinci dan menafsirkan terhadap sesuatu yang datang dalam Al-Qur’an secara global, membatasi terhadap hal-hal yang datang dalam dalam Al-Qur’an secara mutlak atau mentakhsis sesuatu yang  datang didalam nya secara umum.
3.     Adakalanya sunnah itu menetapkan dan membentuk hukum yang tidak terdapat didalam Al-Qur’an. Hukum ini ditetrapkan berdasarkan sunnah dan nash Al-Qur’an tidak menunjukinya.
Diantara sunnah dalam kategori ini ialah pengharaman mengumpulkan (mengawini) seorang wanita dan bibinya (saudara perempuan ayahnya atau saudara perempuan ibunya), pengharaman binatang buas yang bertaring dan jenis burung yang bercakar tajam, an pengharaman mengenakan kain sutera, dan memakai cincin bagi kaum laki-laki.[7]



4.     KESIMPULAN
Sunnah adalah segala perilaku Rasulullah yang berhubungan dengan hukum, baik berupa ucapan (sunnah qouliyah), perbuatan (sunnah fi’liyyah), atau pengakuan (sunnah taqririyah).
Kedudukan assunnah dalam hukum isllam meupakan sumber hukum yang kedua setelah Al-Qur’an.
Assunnah berfungsi sebagai penjelas, perinci bagi hukum-hukum yang terkandung dalam Al-Qur’an.

5.     PENUTUP
Demikianlah makalah yang dapat kami paparkan tentang fungsi dan kedudukan assunnah sebagai sumber hukum islam, semoga bermanfaat.
Tentunya makalah ini tidak terlepas dari kesalahan maupun kekurangan dalam pengisian materi. Oleh karena itu, pemakalah menerima kritik maupun saran  yang membangun guna memperbaiki makalah selanjutnya.

DAFTAR PUSTAKA
·       Bakry,Nazar,1993,Fiqh dan Ushul Fiqh,Jakarta,raja grafindo persada
·       Effendi,Satria, Zein,M, ushul fiqh, oktober 2009, Jakarta:kencana prenada media group
·       Khallaf,Abdul Wahab, ilmu ushul fiqh, 1994, Semarang: Dina Utam Semarang (Toha Putra Group)


[1] Prof.Abdul Wahhab Kallaf,Ilmu Ushul Fiqh,(Semarang:Bina Utama,1994)hal.40
[2] Drs.H.Nazar bakry,fiqh dan ushul fiqh,(Jakarta:Rajawali pers,1993)hal.37
[3] Opcit. Prof.Abdul Wahhab Kallaf,hal.41
[4] Prof.Dr.H.Satria Efendi,M.Zein,M.A,Ushul Fiqh(Jakarta:Kencana Prenada Media Group,2009)hal.115-117
[5] Opcit.Drs.H.Nazar bakry,fiqh dan ushul fiqh,(Jakarta:Rajawali pers,1993)hal.44
[6] Opcit.Prof.Dr.H.Satria Efendi,M.Zein,M.A,hal.121-125
[7] Prof.Abdul Wahhab Kallaf,Ilmu Ushul Fiqh,(Semarang:Bina Utama,1994)hal.46-47

0 komentar :

Posting Komentar