Selasa, 10 Juni 2014

SEJARAH DAKWAH PADA MASA DAULAH BANI ABBASIYAH (132-656 H) I. PENDAHULUAN Pendirian pemerintahan abbasiyah dianggap sebagai suatu kemenangan bagi ide yang dianjurkan oleh kalangan bani Hasyim setelah kewafatan rasulullah SAW, agar jabatan khalifah diserahkan kepada keluarga rasul dan sanak saudaranya. Tetapi idea ini telah dikalahkan di zaman permulaan Islam, dimana pemikiran Islam yang sehat menetapkan bahwa jabatan khalifah itu adalah milik kepunyaan seluruh kaum Muslimin, dan mereka berhak melantik siapa sajaantara kalangan mereka untuk menjadi ketua setelah mendapatkan dukungan. Tetapi orang Parsi yang masih berpegang kepada prinsip hak ketuhanan yang suci, terus berusaha menyebarkan prinsip tersebut, sehingga mereka berhasil membawa Bani Hasyim ketampuk pemerintahan. II. RUMUSAN MASALAH a. Bagaimana sejarah berdirinya daulah bani Abbasiyah? b. Bagaimana sistem pemerintahan yang diterapkan oleh daulah Bani Abbasiyah? c. Bagaimana kehidupan dakwah pada masa daulah bani Abbasiyah? d. Bagaimana periode kejayaan dan kemunduran daulah Abbasiyah? e. Bagaimana akhir dari pemerintahan daulah Abbasiyah? III. PEMBAHASAN A. Sejarah berdirinya daulah bani Abbasiyah Sebelum berdirinya Daulah Abbasiyah terdapat tiga poros yang merupakan pusat kegiatan, antara yang satu dengan yang lain mempunyai kedudukan tersendiri dalam menegakkan kekuasaan keluarga besar paman Nabi saw. Abbas ibn Abdul Mutholib dari namanya dinasti itu disandarkan. Tiga tempat itu ialah Humaimah, Kufah dan Khurasan. Humaimah merupakan tempat yang tenteram, bermukim di kota kecil itu keluarga dari Bani Hasyim baik dari kalangan pendukung Ali maupun pendukung aliran Syi’ah, pendukung Ali bin Abi Tholib yang selalu ditindas oleh Bani Umayyah, sehingga mudah untuk dipengaruhi agar memberontak terhadap Umayyah. Khurasan mempunyai warga yang bertempramen pemberani, kuat fisiknya, tegap tinggi, teguh pendirian, tidak mudah terpengaruh nafsu dan tidak mudah bingung terhadap kepercayaan yang menyimpang, disanalah diharapkan dakwah kaum Abbasiyah mendapatkan dukungan. Di Humaimah bermukim keluarga Abbasiyah yang salah seorang pemimpinnya bernama al-Imam Muhammad ibn Ali yang meletakkan dasar-dasar bagi berdirinya daulah Abbasiyah dan mengemukakan bahwa pemindahan kekuasaan dari satu keluarga ke keluarga lain harus didahului oleh persiapan-persiapan jiwa. Bahwa perubahan yang mendadak akan menyababkan goncangan dalam masayarakat dan belum tentu berhasil, sehingga harus diatur strategi yang hati-hati dengan cara menyebarkan para pripogandis untuk mendukung keluarga Nabi Saw. Ide dan pemikiran untuk mendirikan kekuasaan Abbasiyah diatur di Humaimah, dan disebarkan di Kufah sedang tempat pergolakan dilakukan di Khurasan yang jauh dari pengamatan pemerintahan Pusat Umayyah di Damaskus. Para penerang dakwah Abbasiyah berjumlah 150 orang dibawah para pemimpinnya yang berjumlah 12 orang dan puncak pemimpinnya ialah Muhammad ibn Ali. Mereka mendakwahkan kebaikan keluarga Bani Hasyim untuk mengambil hati dan dukungan dari kelompok Syi’ah. Langkah tersebut berhasil menggaet pendukung kaum syi’ah. Propaganda Abbasiyah dilaksanakan dengan dua tahap yakni yang perrtama dilaksanakan sangat rahasia tanpa melibatkan pasukan perang, mereka berdakwah atas nama abbasiyah sambil berdagang mengunjungi tempat yang jauh-jauh, dan dalam kesempatan menunaikan haji di Mekkah. Yang kedua yakni dengan menggabungkan para pengikut Abu Muslim al Khurasani dengan pengikut abbasiyah, dua kekuatan itu berdiri di atas nama abbasiyah yang sudah menggunakan kekuatan senjata untuk melawan kekuatan Umaiyyah. Imam Ibrahim, pemimpin abbasiyah yang berkeinginan mendirikan kekuasaan itu diketahui oleh Khalifah Umayyah terakhir, Marwan ibn Muhammad. Ibrahim akhirnya tertangkap oleh pasukan Umayyah dan dipenjarakan di Harran. Sebelum dieksekusi ia mewasiatkan kepada adiknya Abu Abbas untuk menggantikan kedudukannya ketika ia tahu bahwa ia akan terbunuh dan memerintahkannya untuk pindah ke Kufah. Sedangkan pemimpin propaganda dibebankan kepada Abu Salamah. Segeralah Abu al-Abbas pindah dari Humaimah ke Kufah diiringi oleh para pembesar Abbasiyah yang lain, seperti Abu ja’far, Isa ibn Musa, dan Abdullah bin Ali. Pemimpin Umayyah di Kufah, Yazid ibn Umar ibn Hubairah ditaklukan oleh Abbasiyah dan diusir ke Wasit. Abu salamah selanjutnya kemah di kufah yang telah ditaklukan pada tahun 132 H. Abdullah ibn ali, salah seorang paman Abu Abbas diperintahkan untuk mengejar Khalifah Umayyah terakhir, Marwan ibn Muhammad bersama pasukannya yang melarikan diri dan dapat dipukul di dataran rendah sungai Zab. Pengejaran dilanjutkan ke Mausul, Harran dan menyeberangi sungai Euphrat sampai ke Damaskus. Khalifah itu melarikan diri hingga ke Futsat di Mesir dan akhirnya terbunuh di Busir, wilayah alfayyun tahun 132 H/750 M dibawah pimpinan Salih ibn Ali seorang paman al-Abbas yang lain. Dengan demikian berdirilah Daulah Bani Abbas yang dipimpin oleh khalifah pertamanya Abu al-Abbas as-Saffah yang berpusat untuk pertama kali di Kufah. B. Sistem pemerintahan daulah Bani Abbasiyah Pemerintahan kekhalifahan bani Abbas bertumpu pada banyak sistem yang pernah dipraktekkan oleh bangsa-bangsa yang sebelumnya baik yang muslim maupun non-muslim. Dasar-dasar pemerintahan Abbasiyah diletakkan oleh Khalifah kedua, Abu Ja’far al-Mansur yang dikenal sebagai pembangun khilafah tersebut. Sedangkan sebagai pendiri Abbasiyah ialah abu Abbas as-Saffah. Dukungan dan sumbangan bangsa Persia kentara sekali ketika ketika Abbasiyah berdiri dengan munculnya Abu Muslim al-khurasani dan memang wilayah operasional wangsa ini berada di bekas reruntuhan kerajaan Persia. Kebangkitan orang-orang Persia itu antara lain karena sudah bosannya mereka terhadap kebijaksanaan pemerintah Umayyah yang diskriminatif terhadap bangsa non-Arab yang menjadikan mereka warga kelas dua yang disebut dengan kaum Mawali. Maka tidak mengherankan bila kekhalifahan Abbasiyah mengambil nilai-nilai Persia dalam sistem pemerintahannya. Bangsa Persia mempercayai adanya hak agung raja-raja yang didapat dari Tuhan, oleh karena itu para khalifah Abbasiyah memperoleh kekuasaan untuk mengatur negara langsung dari Allah bukan dari rakyat, yang berbeda dari sistem kekhalifahan yang diterapkan oleh khulafaurrasyidin yang dipilih oleh rakyat. Kekuasaan mereka yang tertinggi diletakkan pada ulama’, sehingga model pemerintahannya merpakan sistem teokrasi. Khalifah bukan saja berkuasa dibidang pemerintahan duniawi, tetapi mereka juga berhak memimpin agama yang mendasarkan pemerintahnannya pada aagama. Abbasiyah memprotes Umayyah yang mementingkan kemegahan duniawi. Dinasti baru tersebut juga ingin mempertahankan bidang keagamaan, dan menggunakan simbol-simbol yang dianggap suci bagi mereka dengan menyertakan mantel dan tongkat Nabi ketika dilasksanakan pelantikan khlaifah dan upacara-upacara keagamaan. Khalifah Abbasiyah juga menggunakan gelar Imam untuk menunjukkan aspek keagamaannya, gelar itu telah lama dipakai oleh kelompok syi’ah. Namun dalam hal pengangkatan putra mahkota, Abbasiyah meniru sistem yang dolaksanakan oleh Umayyah yakni menetapkan dua putra mahkota sebagai pengganti pendahulunya yang berakibat fatal karena dapat menimbulkan pertikaian antar putra mahkota. Para khalifah pada masa daulah Abbasiyah Para khalifah Bani Abbasiyah sebanyak 37 orang, sebagaimana tercantum dibawah ini: 1. Abu Abbas as-Saffah 132-136 2. Abu Ja;far al-mansur 136-158 3. Abu Abdullah Muhammad al-mahdi 158-169 4. Abu Muhammad Musa al-mahdi 169-170 5. Abu Ja’far Harun ar-Rasyid 170-193 6. Abu Musa Muhammad al-Amin 193-198 7. Abu Ja’far Abdullah al-Makmun 198-218 8. Abu Ishaq Muhammad al-Mu’tasim 218-227 9. Abu Ja’far Harun al-Wasiq 227-232 10. Abul Fadl Ja’far al-Mutawakkil 232-247 11. Abu Ja’far Muhammad al-Muntasir 247-248 12. Abul Abbas Ahmad al-Mu’tasin 248-252 13. Abu Abdullah Muhammad al-Mu’taz 252-255 14. Abu Ishaq Muhammad al-Muhtadi 255-256 15. Abul Abbas Ahmad al-Mu’tamid 256-279 16. Abul Abbas Ahmad al-Mu’tadid 279-289 17. Abu Muhammad Ali al-Muktafi 289-295 18. Abu Fadl Ja’far al-Muqtadir 295-320 19. Abu Mansur Muhammad al-Qahir 320-322 20. Abul Abbas Ahmad ar-Radi 322-329 21. Abu Ishaq Ibrahim al-Muttaqi 329-333 22. Abul Qasim Abdullah al-Mustaqfi 333-334 23. Abul Qasim al-fadl al Muti’ 334-362 24. Abul Fadl Abdul Karim at-Ta’i 362-381 25. Abu Abbas Ahmad al-Qadir 381-422 26. Abu Ja’far Abdullah al-Qa’im 422-467 27. Abul Qasim Abdullah al-Muqtadi 467-487 28. Abul Abbas Ahmad al-Mustahzir 487-512 29. Abu Mansur al-fadl al-Mustarsyid 512-529 30. Abu Ja’far al-Mansur ar-Rasyid 529-530 31. Abu Abdullah Muhammad al-Muqtafi 530-555 32. Abul Muzaffar al-Mustanjid 555-566 33. Abu Muhammad al-Hasan al-Mustadi’ 566-575 34. Abu al-Abbas Ahmad an-Nasir 575-622 35. Abu Nasr Muhammad az-Zahir 622-623 36. Abu Ja’far al-Mansur al-Muntasir 623-640 37. Abu Ahmad Abdullah al-Mu’tasim. 640-656 C. Kehidupan Dakwah pada masa daulah bani Abbasiyah 1. Level Negara dan Penguasa Daulah Abbasiyah merupakan daulah yang berdiri dengan tegas diatas panji-panji Islam. Selama lima abad perjalanannya, daulah ini menjadi sarana dakwah dan pendukung dakwah Islam. Denagn semangat dakwah yang tinggi, daulah ini menjadi kerajaan Islam yang telah dapat mengubah dunia dari gelap menjadi terang, dari mundur menjadi maju. Dakwah dimasa ini dapat dibagi dalam dua level yaitu: level Negara dan penguasa, dan level masyarakat.  Para khalifah Abbasiyah masa keemasan adalah juga seorang ulama yang cinta ilmu. Mereka memuliakan ulama dan pujangga serta membuka pintu istana selebar-lebarnya buat mereka. Putra-putra khalifah juga mendapatkan pendidikan khusus tentang agama dan kesusastraan, agar mereka menjadi ulama dan pujangga.  Mendorong dan memfasilitasi upaya penerjemahan berbagai ilmu dari berbagai bahasa ke bahasa arab, seperti filsafat, ilmu kedokteran, ilmu bintang, ilmu pasti, ilmu fisika, ilmu musik, dan lain-lain.  Melakukan perluasan dan pembinaan wilayah dakwah. Dakwah perluasan pada masa ini hampir dibilang tidak ada, yang ada hanyalah pembinaan wilayah-wilayah yang sudah ada dipangkalan Islam sejak zaman Umayyah. Ada upaya untuk menundukkan konstantinopel, tetapi belum berhasil.  Mendorong dan memfasilitasi pembaruan sistem pendidikan dengan munculnya Madrasah Nidzamul Muluk dan Madrasah Nidzamiyyah di Baghdad. Dari Madrasah-madrasah ini lahirlah ulama-ulama besar.  Setelah cahaya Abbasiyah meredup, politis peran dakwah nya pun menjadi tidak kuat. 2. Level Masyarakat Meskipun Islam pada level negara menunjukkan kelemahan dan kelesuan, tetapi pada level masyarakat, aktivitas keislaman tidak tidur dan tidak terlalu terpengaruh oleh kelemahan dan kerusakan yang terjadi dilevel negara. Barangsiapa menelusuri kitab-kitab tabaqat dan tarajim akan menemukan bagaimana aktivitas ilmiah dan dakwah menjamur di Baghdad ketika itu. Masjid-masjid dan sekolah-sekolah penuh dengan kajian ilmiah, ulama sangat berperan pada saat itu, bahkan kadang-kadang mengalahkan pengaruh para khalifah. Hal ini terbukti ketika ada ulama yang meninggal sangat banyak orang yang berbondong-bondong ingin mengucapkan belasungkawa dan mengantarkan ke kuburan. D. Periode kemajuan dan kemunduran Daulah Abbasiyah 1. Periode kemajuan (periode keemasan) Kebudayaan akan berkembang dengan luas dikalangan umat apabila umat itu berada dalam keadaan yang tenteram dan stabil. Umat islam menikmati keadan ini setelah berdirinya kerajaan Abbasiyah dan khalifah Abu Abbas as-Saffah dan khalifah Abu Ja’far berhasil mempertahankan serta menumpas musuh-musuh nya. Setelah tercapai kemenangan di medan perang, tokoh-tokoh tentara membukakan jalan kepada anggota-anggota pemerintahan, keuangan, undang-undang dan berbagai ilmu pengetahuan untuk bergiat dilapangan masing-masing. Dengan demikian maka muncullah di zaman itu kelompok penyair handalan-handalan, filosof-filosof, ahli-ahli ilmu hisab, tokoh-tokoh agama dan pujangga yang memperkaya perbendaharaan bahasa Arab. Kebangkitan di zaman tersebut dapat dibagi dalam tiga lapangan: a. Kegiatan menyusun buku-buku ilmiah Diantara penyusun yang terkemuka di zaman itu ialah Imam Malik yang menyusun buku al-Muwatta’, Ibnu Ishaq yang menyusun sejarah hidup Nabi Saw, dan Abu Hanifah yang menyusun fiqh dan pendapat ijtihad. Abu Ja’far al-mansur dikatakan telah memainkan peranan penting didalam mengarahkan ulama di bidag ini. b. Penyusunan ilmu-ilmu Islam Ilmu-ilmu Islam ialah ilmu-ilmu yang muncul di tengah suasana hidup keislaman berkaitan dengan agama dan bahsa Al-Qur’an. Sebagian ilmu-ilmu Islam yang telah mengalami perubahan dan perkembangan besar di zaman pemerintahan Abbasiyah yaitu: • Kelahiran ilmu tafsir dan pemisahannya dari hadits Boleh dikatakan bahwa zaman pemerintahan Abbasiyah telah melahirkan ilmu tafsir Al-Qur’an dan pemisahannya dari ilmu Hadits. Mengenai kelahiran ilmu tafsir ternyata bahwa sebelum zaman tersebut tidak terdapat penafsiran seluruh Al-Qur’an dan tidak juga sebagiannya secara teratur dan tersusun. Sebaliknya yang ada ialah tafsir bagi sebagian-sebagian ayat dari berbagai surah, dibuat untuk tujuan tertentu karena orang banyak berselisih pendapat mengenai pemaknaannya. • Ilmu Fiqh dan Madzhab-madzhab nya Diantara kebanggan zaman pemerintahan Abbasiyah ialah terdapat nya empat Imam Fiqh yang ulung ketika itu, mereka ialah Imam Abu Hanifah (150 H), Imam Malik (179 H), Imam Syafi’i (204 H), dan Imam Ahmad bin Hanbal (241 H). Keempat imam imam tersebut merupakan ulama’-ulama’ fiqh yang tiada tandingannya di duinia Islam. Madzhab-madzhab fiqh mereka adalah yang paling masyhur dan paling luas penyebarannya sampai sekarang ini. • Nahu dan Aliran-alirannya Zaman pemerintahan Abbasiyah adalah kaya dengan ahli-ahli nahu bahasa Arab yang terbagi kepada dua aliran Bashrah dan Kufah. • Sejarah dan kelahirannya Sebagaimana hadits ini merupakan induk dari ilmu tafsir ia juga menjadi induk dari ilmu Sirah (sejarah hidup Nabi Saw). Para sahabat dan tabiin telah meriwayatkan tentang hari dan tempat lahir Rasulullah Saw, tentang penyusunannya dan tentang baginda dibesarkan, tentang zaman mudanya tentang pelantikannya sebagai Rasul, tentang bagaimana baginda disambut dengan baik di Madinah. Begitu juga peperangan-peperangan yang disetai oleh baginda dan persediannya untuk menyebarkan agama Islam diluar semenanjung tanah Arab. c. Terjemahan dari bahasa asing Sesungguhnya kebangkitan pikiran dikalangan kaum muslimuin di zaman pemerintahan Abbasiyah secara terang bergantung pada kegiatan yang lus dibidang terjemahan dari bahsa Sansekerta, Suriani, dan Yunani. Pada tahun 762 khalifah Al-Mansur telah meletakkan batu pertama bagi ibukotanya yang baru yaitu Baghdad dan telah menghimpun golongan cerdik, pandai diberbagai lapangan dan serta menggalakkan penerjemahan buku-buku ilmu pengetahuan dan sastra dari bahasa-bahasa lain ke bahasa Arab. Pada tahun 832 M khalifah Al-Ma’mun mendirikan di Baghdad sebuah akademi pertama lengkap dengan pusat melihat bintang, perpustakaan yang besar dan lembaga untuk terjemah menerjemah. Di akademi tersebut telah diterjemahkan buku-buku besar yang penting dari dari berbagai bahasa kedalam bahasa Arab. Diantara buku-buku yang diterjemahkan antara lain adalah buku-buku karangan Euclide, beberapa buah karangan Galen, Hipocrates, Apollonius, Plato, Aristoteles, Themistius, perjanjian lama dan sebuah buku kedokteran yang dikarang paulus al-Agini. 2. Periode kemunduran (disintegrasi) Masa kemunduran dimulai sejak Abbasiyah diperintah oleh khalifah Abu Ja’far Muhammad al-Muntashir (247-248/861-862) sampai jatuhnya Baghdad saat khalifah berada ditangan Abu Ahmad Abdullah al-Mustha’shim (640-656/1242-1258). Beberapa faktor yang menyebabkan daulah Abbasiyah mengalami kemunduran diantaranya : a. Adanya friksi dalam tubuh daulah Abbasiyah, friksi ini membuat daulah hanya sibuk mempertahankan wilayah yang sudah ada dan mengamankan perbatasan wilayah. Upaya untuk mempertahankan wilayah yang sudah adapun tidak berhasil sepenuhnya, karena ada beberapa wilayah yang memisahkan diri dari pemerintahan pusat. Diantara dinsti-dinasti independen dimasa itu ialah : Idrisiyah di Maroko, Rustamiyah, Aghlabiyah, Zirriyyah, Hammadiyah, al-Murhabithin di Afrika utara, Mazyadiyah di Hilla dan Irak tengah. Marwaniyyah di Diyarbakr di Aleppo dan Syiria utara. Ayyubiyah di Mesir, Syiria, Qamartiyah di Arabia timur dan tengah dengan Bahrain sebagai pusatnya, dan masih ada beberapa wilayah lain yang menyatakan independen dan memisahkan diri dari pusat pemerintahan di Baghdad. Dinasti umayyah di Spanyol dan fatimiyyah di Afrika utara dan Mesir bahkan menjadi saingan pemerintahan baghdad. b. Gaya hidup mewah dan berfoya-foya pada lingkunagn pejabat dan keluarga. Kehidupan mewah cenderung menjadikan orang cinta dunia dan lupa untuk mempersiapkan bekal akhirat. c. Khalifah yang berkuasa bukan sosok yang kuat, sehingga mereka mudah dipengaruhi oleh pegawainya. d. Banyaknya serangan yang dilakukan oleh kaum salibis ke Palestina. E. Akhir dari pemerintahan daulah Abbasiyah Akhir dari kekuasaaan Abbasiyah ialah ketika Baghdad dihancurkan oleh psukan Mongol yang dipimpin oleh Hulako khan, 656/1258. Ia adalah seorang saudara Qubilay khan yang berkuasa di China hingga Asia Tenggara danh saudara Mongke Khan ynag menugsakannya untuk mengembalikan wilayah-wilayah sebelah Barat China ke pangkuannya lagi. Baghdad dibumihanguskan dan diratakan dengan tanah. Khlaifah abbasiyah yang terakhir dan keluarganya dibunuh, buku-buku yang terkumpulo di Baitul Hikmah dibakar dan dibuang kesungai Tigris sehingga berubahlah warna sungai air tersebut yang jernih bersih menjadi hitam kelam karena lunturan tinta yang ada pada buku-buku itu.

0 komentar :

Posting Komentar